IMLA dan Peran Pembentukan Peradaban Bangsa
Nama IMLA biasanya dikaitkan dengan salah satu materi pembelajaran bahasa Arab, yaitu dikte. Namun, IMLA yang dimaksud di sini adalah Ikatan Pengajar Bahasa Arab di Indonesia baik guru maupun dosen yang merupakan singkatan dari Ittihaad Mudarrisi allughah Alarabiyah atau Arabic Teachers Association of Indonesia dalam bahasa Inggris.
Organisasi ini berdiri pada 24 September 1999 di Malang, Jawa Timur, dalam muktamar yang pertama setelah sebelumnya dilakukan pertemuan-pertemuan pendahuluan.
Proses pembentukan oraganisasi IMLA merupakan keinginan yang sudah lama terpendam bagi para pengajar bahasa Arab di Indonesia.
Pemrakarsa pembentukan IMLA pada waktu itu adalah Ahmad Fuad Effendi, MA dekan IKIP Malang bersama Prof Dr Taufik A Dardiri, MS Dekan Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan Prof Dr Syamsul Hadi, MA Pembantu Dekan III, dosen jurusan Sastra Arab Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Pertemuan I diselenggarakan pada bulan Desember 1998 di Malang, dihadiri oleh Drs A Fuad Effendy, Dr Taufiq A Dardiri, dan Dr Syamsul Hadi. Pertemuan ini menyepakati prakarsa pendirian ikatan pengajar bahasa Arab di Indonesia dan langkah-langkah pokok yang akan diambil. Dalam pertemuan ini disepakati tempat pertemuan berikutnya di UGM Yogyakarta dengan peserta terdiri dari delapan PT di Pulau Jawa. Pertemuan II dilaksanakan pada 22 Maret 1999 melibatkan delapan PT dari lima kota di Jawa, yaitu IKIP Malang, UGM Yogyakarta, IAIN SK Yogyakarta, UI Jakarta, IKIP Jakarta, Unpad Bandung, IKIP Bandung, dan IAIN Sunan Ampel Surabaya. Pertemuan Yogyakarta ini telah menyepakati nama asosiasi atau ikatan pengajar bahasa Arab di Indonesia ini dalam bahasa Arab, yaitu Ittihadul Mudarrisin lil-Lughatil Arabiyah disingkat IMLA.(Ahmad Fuad effendi)
Muktamar I IMLA sekaligus PINBA I diselenggarakan pada tanggal 24-26 September 1999 bertempat di Malang diikuti oleh 121 peserta yang mewakili 45 perguruan tinggi dan lima MA/SMA.
Di antara rekomendasi Muktamar I IMLA adalah Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdiknas hendaknya menempatkan bahasa Arab secara proporsional dalam dokumen “Politik Bahasa Nasional” sesuai dengan realitas yang ada di tengah masyarakat Indonesia. Yakni, di samping sebagai bahasa asing, juga sebagai bahasa agama dan budaya Islam, di mana keputusan ini telah berhasil direalisasikan.
Bahasa Arab masuk ke nusantara bersamaan dengan masuknya agama Islam. Versi yang paling awal adalah antara abad 7-8 Masehi, melalui para pedagang Muslim dari Arab dan Persia (Hadi, 1995). Dengan demikian, usia bahasa Arab di nusantara telah mencapai 12 abad. Pada masa lalu, bahasa Arab menjadi bagian yang amat penting dalam ekspresi budaya suku-suku bangsa di nusantara (Majid, 1998). Banyaknya kosakata Arab yang masuk dalam pembendaharaan kata bahasa Indonesia merupakan salah satu bukti kuatnya peranan bahasa Arab di Indonesia pada masa lalu.
Upaya pembaharuan pengajaran bahasa Arab (PBA) yang cukup luas jangkauannya dimulai pada pertengahan 1970-an, diprakarsai oleh pemerintah (Departemen Agama). Pembaharuan ini melahirkan lembaga-lembaga bahasa di IAIN dan penetapan all in one system dengan pendekatan aural-oral (audio-lingual) dalam pengajaran bahasa Arab, baik di perguruan tinggi maupun di madrasah (Tim Ditjen Bimasa Islam, 1975), begitu juga pada lembaga-lembaga pendidikan di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Berdirinya Lembaga Pengajaran Bahasa Arab (sekarang bernama Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab-LIPIA) cabang Universitas Al-Imam Muhammad Ibnu Sa’ud al-Islamiyah Riyad Arab Saudi di Jakarta pada tahun 1981 merupakan salah satu faktor pendorong pembaharuan PBA di Indonesia. (Ahamad Fuad Effendy)
IMLA sebagai organisasi profesi yang bergerak di bidang “pendidikan bahasa Arab” perlu memberi perhatian pada aspek pendidikan karakter bangsa karena dekatnya hubungan bahasa Arab dengan agama Islam. Begitu juga dalam aspek pembelajaran di era digital sekarang ini. Harus terus memanfaatkan penggunaan teknologi informasi dalam pendidikan bahasa Arab. Juga mengaitkan sistem bahasa Arab dan pendidikan bahasa Arab dengan kesatuan sistem budaya Indonesia dalam rangka pembangunan berkelanjutan yang dicita-citakan oleh insan Indonesia pada khususnya dan insan Muslim dan global pada umumnya.
Seminar Internasional Bahasa Arab (PINBA) dan muktamar IMLA ke-9 dihadiri sekitar 600 peserta para pakar bahasa Arab baik dari dalam maupun luar negeri dengan mengambil tema “Bahasa Arab Asas Kebudayaan Manusia.” Dengan tema ini, tampaknya IMLA ingin membawa kiprah dari sekadar pembelajaran ke ranah peradaban bangsa. Semoga.
Tulus Musthofa